Oleh Elisabeth Uru Ndaya, S.Pd
Musim kering atau kemarau merupakan musim saat petani di bagian selatan Sumba Timur pada umumnya beristirahat, tidak bertani atau mengolah lahan karena kondisi tanah mengering sehingga jika ditanami tumbuhan apa saja susah tumbuh. Kondisi ini dirasakan setiap tahun oleh petani khususnya di daerah Lewa–Makamenggit. Hanya saat musim hujan sajalah mereka sibuk mengolah lahannya kembali. Rentang waktu musim kemarau yaitu bulan Mei hingga November (8 bulan), dan selama musim itu kebanyakan petani khususnya kaum perempuan berada di rumah saja dan jarang melakukan aktivitas lain. Terlebih masa pandemik covid 19 ini memaksa setiap orang tinggal di rumah, membuat kaum perempuan menjadi tidak produktif.
Seharusnya kondisi ini tidak selalu membuat orang menjadi tidak produktif. Beragam aktivitas bisa dilakukan khususnya yang bisa menopang kebutuhan pangan rumah tangga. Salah satu yang bisa dilakukan adalah berkebun sayuran di pekarangan rumah. Hal seperti inilah yang sedang dilakukan oleh komunitas perempuan Stube-HEMAT di tempat ini. Berangkat dari pemahaman bagaimana memanfaatkan potensi yang ada sebagaimana disampaikan oleh narasumber pada pertemuan lalu, Pdt. Sryaningsih Mila, M.Si, Teol , menjadi semangat baru untuk memanfaatkan pekarangan rumah dengan membuat bedeng sayur sebagai aksi tindak lanjut.
Pada tanggal 3 Agustus 2020, kaum perempuan di
tempat ini mulai membuat pagar keliling yang merupakan tempat untuk pembuatan
bedeng sayur. Ada dua lokasi yang digunakan yaitu di pekarangan gereja untuk ditanami
sayur dan pekarangan
rumah
keluarga
Iche Hana untuk tempat pembibitan tanaman sumber pewarna tenun alami. Iche Hana, seorang
penenun dan aktivis muda mengaku sangat senang dengan semangat kaum perempuan
di tempat ini untuk memanfaatkan lahan pekarangan rumah, yang meskipun tanah kering, tidak mengurangi semangat mereka untuk tetap
bersinergi.
Kalita Mboru, aktivis perempuan, kepala PAUD Bina Kasih, dan juga ketua tim kesehatan desa Tanatuku, memberikan
komentarnya mengenai terbentuknya komunitas perempuan di tempat ini. “Saya senang ada program
Stube HEMAT di tempat ini, sehingga
para perempuan di sini tidak hanya urus makan tidur saja di rumah, tetapi kita bisa bantu
ekonomi keluarga kita dengan tanam sayur dan belajar tenun” tegasnya. Ia berharap
tetap ada kerja sama yang baik dan berterima kasih kepada Stube HEMAT yang siap
mendukung kegiatan ini.
Dua bedeng yang sudah dibuat membutuhkan air yang
cukup,
sedangkan saat ini adalah
masa kekeringan,
namun hal itu tidak menurunkan niat komunitas untuk memanfaatkan potensi yang ada
dan bisa membantu kehidupan keluarga setiap harinya. Cara yang di lakukan pun
dengan iuran per bulan Rp.5.000,- per peserta dari 20 orang anggota, untuk membeli air
satu tangki seharga Rp. 100.000,- per bulan untuk
kebutuhan bedeng sayur dan pembibitan bahan alam tenun ikat. Sementara untuk mengurus
bedeng seperti menyiram
dan merawat tanaman,
komunitas ini berbagi jadwal. Terus maju kaum perempuan, kobarkan semangat dan
kerjasama di dalam jiwa.***
Komentar
Posting Komentar