Oleh Trustha Rembaka
Apa yang ada dalam benak anak muda Sumba jika ditanya tentang Sumba? Jawaban berkisar tentang sabana, ternak, pariwisata, dan budaya. Ini jawaban standar padahal sebenarnya mereka perlu lebih kritis melihat realita tantangan dunia yang penuh kompetisi dan godaan masa mudanya, seperti gaya hidup hedonis, instan, merokok, narkoba, sex bebas, etos kerja, dll. Tak jarang mereka mudah menjual tanahnya untuk membeli kendaraan demi prestis tanpa mengetahui nilai ekonominya, tidak melanjutkan studi mereka setelah SMA dan mencari kerja di luar pulau Sumba sebagai buruh, sebagian lain beruntung bisa melanjutkan ke jenjang lebih tinggi di Sumba atau luar Sumba, seperti Kupang, Malang, Salatiga dan Yogyakarta.
Apa yang ada dalam benak anak muda Sumba jika ditanya tentang Sumba? Jawaban berkisar tentang sabana, ternak, pariwisata, dan budaya. Ini jawaban standar padahal sebenarnya mereka perlu lebih kritis melihat realita tantangan dunia yang penuh kompetisi dan godaan masa mudanya, seperti gaya hidup hedonis, instan, merokok, narkoba, sex bebas, etos kerja, dll. Tak jarang mereka mudah menjual tanahnya untuk membeli kendaraan demi prestis tanpa mengetahui nilai ekonominya, tidak melanjutkan studi mereka setelah SMA dan mencari kerja di luar pulau Sumba sebagai buruh, sebagian lain beruntung bisa melanjutkan ke jenjang lebih tinggi di Sumba atau luar Sumba, seperti Kupang, Malang, Salatiga dan Yogyakarta.
Data BPS Sumba Timur
2019, menggambarkan penduduk usia 15 tahun ke atas menurut kegiatan utama
sejumlah 168.865 orang yang terdiri dari 128.308 orang bekerja, 1.852 orang
tidak bekerja/mencari pekerjaan, dan 38.705 orang bukan angkatan kerja karena
sedang sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Ini menjadi menarik
bagaimana membekali kelompok anak muda meski sedang studi bisa memiliki
keterampilan yang bernilai ekonomis yang bisa meningkatkan kesejahteraan hidup
mereka. Stube-HEMAT Sumba merespon tantangan tersebut dengan mengadakan pelatihan
Kaum Muda, Kerja dan Alternatif Lain di wisma PPMT, Lewa (22-24/11/2019) melalui
peningkatan kapasitas personal, keterampilan yang produktif dan memiliki
perhatian terhadap keadaan setempat.
Tiga puluh dua mahasiswa
dari STT Terpadu, Universitas Kristen Wira Wacana, STT GKS dan pemuda gereja mengikuti
pelatihan yang diawali dengan Mengenal Stube-HEMAT oleh Pdt. Domiggus Umbu Deta, S.Th, koordinator
Stube-HEMAT Sumba. Ia menyampaikan Stube merupakan berkat Tuhan dari
persembahan gereja-gereja di Jerman dan sejak 2008 melayani mahasiswa dan anak
muda di Sumba, sehingga kita harus bersyukur dan tekun dalam mengikuti
program-programnya termasuk tiga peserta program Eksposur ke Stube-HEMAT Yogyakarta
yang berbagi pengalaman belajar di Yogyakarta tentang budidaya sayuran, mengolah pangan lokal, membatik colet dan ecoprint dan merangkai aksesoris dari manik-manik secara
langsung dan video sebagai hasil belajar fotografi dan pembuatan video. Program
ini memberi kesempatan mahasiswa Sumba untuk belajar dan beraktivitas di
Stube-HEMAT Yogyakarta karena berkunjung ke tempat lain dan berinteraksi dengan
orang-orang yang berbeda budaya, bahasa dan cara hidup yang memperkaya peserta dalam memahami manusia dan kehidupan.
Fenomena kaum muda Sumba saat ini mereka
cenderung ingin serba instan alih-alih menjalani proses untuk meraih hasilnya
atau memilih mencari kerja di luar pulau, ke Bali karena dianggap menyediakan
banyak lowongan kerja yang menjanjikan tetapi sesungguhnya mereka tidak
menyangka bahwa di sana pun mereka menghadapi persaingan berat sehingga
akhirnya terpaksa kembali ke Sumba tanpa hasil dan ancaman lain adalah
perdagangan orang karena godaan ingin bekerja ke luar negeri tanpa keterampilan
yang cukup. Ini diungkapkan oleh Drs. Banju Ndakumanung,
camat Lewa dan menawarkan alternatif di Lewa dengan potensi peternakan dan pertanian sebagai basis usaha yang bisa
dikembangkan secara kreatif dan sentuhan teknologi menjadi produk pangan,
kerajinan, penunjang pertanian dan produk lainnya. Bahkan pemerintah kecamatan
bersama Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sumba Timur telah melakukan beberapa
pelatihan keterampilan untuk kaum muda sehingga tercipta peluang dan pekerjaan
baru.
Strategi memulai usaha yang berbasis potensi lokal
diungkap oleh Florensius B.D.U Wijaya, pengusaha di Lewa yang bergerak di pertanian,
peternakan dan perkebunan yang memanfaatkan kreativitas dan teknologi modern. Modal
utama memulai usaha adalah tekad kuat dan tidak mudah menyerah, tentu dilengkapi
pengetahuan dan keterampilan yang saat ini tersedia di internet. Tantangan pasti
ada tetapi kita harus yakin dan optimis yang kita lakukan akan menghasilkan
sesuatu yang baik bagi hidup kita. Ia mengingatkan bahwa modal berapa pun bisa
memulai suatu usaha, tujuannya jelas yang menjadi arah usaha dan jangan terpengaruh
pendapat orang lain yang pesimis. Jangan lupa, paham apa yang dibutuhkan oleh
pasar, amati apa yang sedang menjadi tren dan sediakan produk yang menjawab
kebutuhan tadi dan manfaatkan teknologi, media sosial dan berbagai komunitas orang-orang
muda untuk memasarkannya.
Berkaitan generasi milenial 4.0 Ev. Yosua Bulu Pada, S.Th,
yang juga pengelola PPMT Lewa menegaskan
bahwa generasi milenial adalah mereka yang berpikiran terbuka, kreatif,
inofatif, mempunyai jiwa usaha/entrepreneur, mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman. Kita tidak bisa mengatakan tidak pada perkembangan
teknologi karena ini kenyataan yang terjadi, jadi harus mampu bersaing dalam penguasaan
teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak sekedar
menjadikan teknologi untuk komunikasi tetapi juga memperkaya baik pengetahuan
maupun ekonomi. Sebagai bekal praktis ia mendampingi peserta praktek membuat
keripik keladi dan minuman kunyit, temu lawak dan halia (jahe). Bahan-bahan ini
mudah ditemui di pekarangan dan memiliki kandungan nutrisi untuk kesehatan
serta memiliki nilai ekonomis ketika dipasarkan dengan variasi rasa.
Di akhir acara Pdt. Dominggus mengingatkan bahwa masa
muda adalah masa produktif sehingga mestinya mereka memiliki kreativitas
positif yang membawa perubahan baik, kegigihan dalam usaha, siap menjadi
pemimpin, kritis dan jeli membangun potensi diri, bijak memanfaatkan teknologi.
Idealisme penting, tapi perlu realistis dan mewujudkanya karena idealis tidak
hanya dalam pikiran tetapi juga tindakan sesuai dengan situasi dan keadaan
masyarakat agar anak muda diterima masyarakat.
Soni Kauki Ndala, mahasiswa di Unkriswina yang berasal
dari Umamanu, Lewa Tidas mengungkapkan rasa syukur dengan kegiatan Stube-HEMAT karena
bersentuhan langsung dengan kehidupan nyata dan bisa dilakukan oleh anak muda.
Kesempatan belajar untuk meningkatkan kualitas anak muda
telah tersedia dan beragam potensi lokal dan strategi memulai usaha telah
terungkap, tinggal bagaimana anak muda merespon dengan menyiapkan diri dan jeli
membidik peluang kerja yang bermanfaat untuk dirinya dan masyarakat di mana ia
tinggal. Sudah siapkah anak muda Sumba? (TRU).
Komentar
Posting Komentar