Kehadiran yang Menggugah Kebersamaan
Refleksi kehadiran Peserta Exploring
Sumba di GKS Kaliuda
Kaliuda adalah desa kecil
bagian dari kecamatan Pahunga Lodu yang terletak di ujung timur Pulau Sumba,
sekitar 110 km ke arah timur Waingapu, ibukota kabupaten Sumba Timur. Pahunga
Lodu berarti Matahari Terbit karena matahari terbit paling awal di tempat ini dibanding
kecamatan lainnya di Sumba.
Di desa ini saya melayani
jemaat Gereja Kristen Sumba (GKS) Kaliuda. Nama saya Mora Henggi, lahir di
Mburukullu dari pasangan Umbu Nggaba Kahu dan Rambu Hada H. Mila, keluarga
petani sederhana yang membentuk saya untuk rajin beribadah, jujur, baik
terhadap sesama dan mandiri. Saya lulus fakultas Teologi Universitas Kristen
Artha Wacana Kupang tahun 2006 dan menjadi vicaris sinode GKS. Pada tanggal 12 Desember
2008 saya ditahbis menjadi pendeta di GKS Kaliuda yang memiliki 2.148 jemaat,
terdiri dari 1.068 jemaat dewasa dan 1.080 remaja dan anak-anak. Sesuai visi dan
misi GKS dan Tritugas gereja ada beberapa bentuk pelayanan yang saya lakukan, yaitu
ibadah, pemberitaan firman, persekutuan doa, bimbingan rohani atau katekisasi,
penginjilan, pengembalaan dan pelayanan sosial masyarakat.
Perkenalan dengan
Stube-HEMAT Sumba terjadi tahun 2010 saat seminar Hukum dan HAM di GKS Kaliuda
dengan peserta mahasiswa dan pemuda. Melalui seminar ini kami mendapat pemahaman
baru tentang Hukum dan HAM dalam hidup bermasyarakat sehingga kami sadar untuk
menghargai HAM, tidak melakukan kekerasan dan menghargai hukum. Selain materi
baru, jemaat Kaliuda bisa bersatu padu membantu kelancaran acara. Kami rindu
suasana seperti itu lagi dan terus berkomunikasi dengan Yulius Anawaru dan Pdt.
Dominggus team Stube-HEMAT Sumba, siapa tahu ada kegiatan melibatkan jemaat
Kaliuda.
Kerinduan ini terwujud di
tahun 2014, Novia Sih Rahayu diutus ke Kaliuda sebagai peserta Exploring Sumba.
Ia berasal dari Yogyakarta dan membawa membawa materi pelatihan menjadi pemimpin
acara atau MC untuk remaja dan pemuda gereja. Awalnya mereka malu untuk berbicara
di depan umum, tetapi Novi sabar dalam melatih mereka sehingga pelan-pelan
mereka berani dan percaya diri untuk tampil dan praktek memimpin acara. Saat
ini beberapa dari mereka telah menjadi pemimpin persekutuan pemuda dan pemimpin
liturgi ibadah minggu.
Peserta Exploring Sumba
datang lagi di tahun 2016, namanya Imelda Dewi Susanti dari Kalimantan Barat.
Ia menyampaikan materi dan pelatihan tentang penyakit hipertensi dan cara
penanggulangan dengan senam dan obat tradisional. Kehadiran Imelda pun sangat
menolong jemaat untuk berperilaku hidup sehat dan rajin ke gereja. Ia berkunjung
ke rumah jemaat dan berdialog dengan mereka, memberikan nasehat hidup sehat dan
memeriksa denyut jantung dan praktek senam sebagai obat yang murah, alami dan
sederhana.
Dari mereka berdua, saya
menemukan pengalaman berkesan ketika bersama Novi bangun subuh ke pantai
menunggu matahari terbit sambil berselfie, setelah matahari terbit kami pulang
dan singgah di rumah jemaat. Keluarga ini merasa sangat sukacita karena mendapat
kunjungan dan menghadiahkan induk ayam kepada Novi agar dibawa pulang ke Jawa.
Kemudian saat bersama Imelda, ia sering bangun subuh ke rumah koster gereja
menunggunya turun dari pohon tuak memanen air pohon tuak.
Saya berharap Stube terus
berjuang mewujudkan mottonya, melalui program dan kegiatannya yang bermanfaat
dan dibutuhkan generasi muda Sumba sebagai aset gereja dan masyarakat. Untuk peserta
Exploring Sumba, diperlukan kesungguhan, keseriusan dalam mempersiapkan materi
dan bahan pelatihan agar dalam bimbingan dan pelatihan mendapat hasil maksimal.
Jadi, anak muda
mahasiswa, ambil kesempatan untuk melakukan lompatan ke daerah lain yang
berbeda budaya untuk berbagi pengetahuan dan temukanlah pengalaman dan
pencerahan baru yang ‘exciting’ dan mendewasakan diri dan sesama. (TRU).
Komentar
Posting Komentar