Pengalaman peserta Village and Me
Pada umumnya berbicara tentang desa orang akan berimajinasi suatu wilayah yang belum
berkembang dan mengalami keterbatasan. Indonesia memiliki 83.931 wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa yang
terdiri dari 75.436 desa, 8.444 kelurahan, dan 51 UPT/SPT (data BPS 2018). Jumlah
ini sangat besar sehingga desa perlu mendapat
perhatian agar berkembang dan mandiri. Jika tidak, penduduk desa cenderung
ingin pindah ke kota dan akibatnya desa semakin
tertinggal.
Situasi ini menjadi pijakan awal Stube-HEMAT Sumba untuk
mendorong mahasiswa memiliki perhatian terhadap desanya dengan membagikan ilmu
pengetahuan yang didapatkan selama kuliah. Ini diwujudkan dalam
program Village and Me, yang memberi kesempatan mahasiswa memanfaatkan liburan
kuliah dengan melakukan aktivitas yang berguna bagi penduduk di desa asalnya. Peserta angkatan pertama tahun 2018 hadir dalam tulisan ini untuk berbagi pengalaman. Siapakah mereka?
Naser Randa Hailu Poti, mahasiswa Universitas Wirawacana Sumba jurusan Pendidikan
Biologi. Di masa libur kuliah ia melakukan kegiatan pemberdayaan dan
memberi motivasi anak-anak
SD dan PAUD di desa Rakawatu, Lewa, kampung halamannya. Kegiatan yang ia
lakukan berupa lomba menggambar, mewarnai dan membaca, selain juga memperingati kemerdekaan
Indonesia. Ia juga membagi pengetahuan pembuatan pupuk bokashi dan nutrisi pakan
ternak. Nutrisi ini terbuat dari jantung pisang dan gula cair yang mudah
didapat, sehingga petani tidak kesulitan membuat nutrisi ternak.
Ia juga memberikan
waktunya untuk melayani anak-anak sekolah minggu di GKS Rakawatu, Lewa Sumba
TImur. Baginya perhatian dan pembinaan gereja tidak hanya untuk jemaat yang
dewasa tetapi juga anak-anak sebagai generasi penerus. Pengurus gereja setempat pun
menanggapi positif kegiatan yang dirintis oleh Naser, dengan memberi
fasilitas ruang
pertemuan dan mengumpulkan anggota jemaatnya.
Melkianus Ngahu Moy, mahasiswa
Teologi STT Terpadu. Ia berasal dari Kawangu, Sumba Timur. Di saat jeda
semester ia berada di desanya untuk kegiatan pelayanan di gereja GKS Kawangu.
Bentuk kegiatan yang ia lakukan antara lain menjadi pendamping Pemahaman
Alkitab untuk orang dewasa, persekutuan pemuda gereja dan guru-guru sekolah minggu.
Melki, nama akrabnya, menyadari kalau pelayanan kepada jemaat gereja tidak bisa
bergantung hanya kepada pendeta
saja tetapi anak muda pun harus ikut ambil bagian di dalamnya. Ia tampak mantap
dalam melayani jemaat setempat karena aktivitasnya sesuai dengan ilmu teologia yang ia pelajari.
Deriatus Awa, menghabiskan libur kuliahnya dengan kembali ke desa, namun
ia tidak datang ‘kosong’ tetapi membawa ‘berkat’ untuk desanya di Tanggamadita,
Sumba Timur. Mahasiswa yang kuliah di STT GKS jurusan Teologia
ini memberikan waktunya
untuk melayani dan mendampingi belajar anak-anak PAUD Nazareth secara kreatif
dengan alat peraga, pewarna dan menyediakan perlengkapan sekolah. Ia juga
membiasakan anak-anak hidup bersih dengan cuci tangan setelah belajar dan mengenalkan
kecintaan lingkungan dengan menanam pohon di halaman
sekitar sekolah. Bahkan,
ia mengecat ulang ruangan kelas dengan warna baru agar anak-anak semakin betah
belajar. Saat ini anak-anak terlihat lebih semangat datang ke sekolah dan jumlahnya bertambah.
Ketika seorang mahasiswa mengabdikan ilmu yang ia
pelajari di kampus untuk masyarakat di desa asal, ia melakukan hal yang menyentuh tiga aspek sekaligus, yaitu mempertajam keterampilan diri untuk menerapkan ilmu
yang ia pelajari, memperkuat ikatan psikologis diri dengan desanya, dan ikut ambil bagian membangun desanya. Jadi, para mahasiswa, segera
pikirkan dan ambil kesempatan untuk bergerak sebaik mungkin dalam aksi membangun desa. (TRU).
Komentar
Posting Komentar