“Limalangu,
limalangu”, kata seorang
paruh baya seiring melangkah keluar dari rumahnya menyambut kedatangan kami di
sanggar seni Waimiripu Tana Mbokar, Kalumbang, Sumba Timur. Dia adalah Titus
Wanda, tokoh dan praktisi seni Sumba Timur yang lahir 19 Juni 1947. Kata
‘limalangu’ ini sendiri memiliki makna damai di hati, sambutan yang
menghadirkan rasa damai di dalam hati.
Nama
Titus Wanda sudah tidak asing di kalangan masyarakat setempat karena semangat
dan cintanya pada seni budaya Sumba sehingga ia mengabdikan hidupnya untuk
melestarikan seni budaya Sumba melalui sanggar seni bernama Waimiripu Tana Mbokar, yang bisa
diterjemahkan sebagai air hidup tanah yang lestari, sehingga bisa
diterjemahkan sebagai menyuburkan kembali tarian asli Sumba sehingga tetap
lestari.
Ia
mengakui kemajuan zaman memang tidak bisa dihindari termasuk di Sumba dan
generasi muda Sumba juga mengalami ini. Mereka tertarik pada sesuatu yang
modern tetapi lupa dengan budayanya sendiri karena tidak ada yang mengenalkannya.
Lebih lagi praktisi seni tradisi Sumba sudah tua dan jika tidak diwariskan maka
pengetahuan akan hilang. Ia bertindak untuk mendirikan sanggar untuk melestarikan
tarian-tarian Sumba dan bahasa daerah yang hampir punah dan mencegah pengaruh
negatif dari budaya lain, sekaligus meningkatkan dan mengarahkan segala
kegiatan kesenian Sumba, khususnya budaya Sumba yang asli, seperti tari-tarian,
nyanyi-nyanyian, seruan, kain tenunan dan alat-alat seni budaya.
Untuk
itulah pada tanggal 17 Agustus 2004 sanggar Waimiripu Tana Mbokar resmi berdiri
dan berpusat di Kalumbang, Sumba Timur. Penegasan keberadaan sanggar ini
semakin kuat setelah mendapat akte notaris pada tanggal 15 Juli 2015 ketika ia
mendaftarkan sanggar seni ini ke Dinas Pariwisata kabupaten Sumba Timur sebagai
cara untuk menunjukkan keberadaan sanggar Waimiripu Tana Mbokar. Pengurus
sanggar ini antara lain Titus Wanda, Afliani, Christofel Njurumana (camat),
Dominggus (camat) dan Dedimus J. Dewa (pensiunan PNS),
Kegiatan
di sanggar dilaksanakan dua kali dalam satu minggu di Kalumbang. Peserta
tari-tarian adalah anak usia SD sampai SMA, yang terbagi dalam enam penari
perempuan dan empat penari laki-laki, dua orang penabuh tambur, empat orang
kakalak dan empat orang pemukul gong. Usia penari anak-anak adalah 5-10 tahun dan
penari dewasa 11-20 tahun. Tarian yang sering ditampilkan adalah Ninggu Harama
(tarian perang) yang terdiri dua penari perempuan yang memegang parang dan dua
penari laki-laki yang memegang tameng dan tombak untuk membela diri. Ada juga
tarian hiburan seperti tarian Kabokang dan tarian Kandingang yang dilakukan oleh empat penari laki-laki
dan enam penari perempuan. Sanggar ini beberapa kali tampil di acara tingkat
propinsi, peringatan kemerdekaan, penyambutan tamu, ucapan syukur, ulang tahun
gereja, dan pernikahan.
Pemasukan dana
dari
undangan pentas tersebut dibagikan merata kepada anggota sanggar.
Komentar
Posting Komentar