Apa
yang terlintas dalam benak ketika ada pertanyaan tentang apa saja ternak yang
ada di Sumba? Tentu jawaban tidak jauh dari kuda, kerbau, sapi dan babi. Ya,
benar, ternak-ternak tadi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat Sumba baik itu berkaitan dengan pertanian, mata pencaharian, prestis
dan budaya.
Babi,
salah satu jenis ternak yang ada di Sumba, bagi orang Sumba keberadaan babi
menjadi bagian tak terpisahkan dengan kehidupan mereka karena ternak babi
menjadi sarana dalam urusan adat, di mana orang Sumba sendiri menjunjung tinggi
budaya dan ritualnya, artinya bahwa ternak babi sangat dibutuhkan dan stok
ternak babi harus selalu tersedia. Selain itu keberadaan ternak babi bisa dianggap sebagai tabungan yang
sewaktu-waktu bisa dijual.
Ini
yang menjadi peluang dan dilihat oleh Aprianto Hangga, salah satu team
Stube-HEMAT Sumba, yang sudah berhasil mengembangkan usaha ternak babi. Ia berkata, “Saya melihat bahwa kebutuhan ternak babi untuk orang Sumba
sangat tinggi, sehingga saya mempunyai keinginan untuk memulai usaha ternak
babi yang saya mulai pada tahun 2014, dimana usaha ini berangkat dari
hobi juga. Saya
juga menemukan bahwa nilai jual ternak babi sangat tinggi di Sumba, dan pada
bulan-bulan tertentu permintaan babi sangat tinggi“.
Tentu
bukan tanpa dasar bagi Yanto, panggilan sehari-hari Apriyanto Hangga, lulusan
STPMD APMD Yogyakarta ketika memutuskan untuk beternak babi dengan lebih serius.
Selain peluang tadi, ia tentu harus meningkatkan kemampuan dirinya tentang pemahaman
cara beternak babi dengan baik, dengan mengikuti pelatihan-pelatihan peternakan
yang diadakan Stube-HEMAT Sumba dan lembaga-lembaga lainnya di Sumba Timur.
Akhirnya
Yanto berniat mengembangkan usaha tersebut melalui bantuan penguatan modal ke
Stube-HEMAT Sumba. Setelah berdiskusi dan wawancara tentang rencana usaha
tersebut, Stube-HEMAT memberikan pinjaman lunak untuk penguatan modal sebesar
6.000.000 rupiah untuk mengembangkan usaha ternak babi. Dari modal tersebut
Yanto membeli anak babi sejumlah 20 ekor. Anak babi tersebut dipelihara selama tujuh bulan
dan penjualan babi-babi tersebut menghasilkan penjualan kotor 80 juta rupiah.
Yanto
membagikan pengalamannya dalam mengelola ternaknya, seperti dalam pemberian
makanan untuk ternak babi dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), makan
harus teratur, kandangnya juga harus dibersihkan dan babi perlu disiram dua
kali dalam sehari. Berkaitan dengan kesehatan, ternak babi miliknya tidak mendapat vaksin
dari dinas peternakan, tetapi sebagai gantinya diberikan asupan daun pepaya dan selama
ini tidak ada ternak babinya yang sakit atau mati. Ia dan keluarganya sangat
bersyukur dengan usaha ternak babi ini karena sangat menolong sebagai pendapatan
keluarga meskipun awalnya dari hobi saja.
Bagi
anak muda Sumba, Yanto berpesan bahwa dalam menjalani suatu usaha, tentu ada kendala
yang harus dihadapi seperti yang dia alami, misalnya berubah-ubahnya harga babi
di pasaran. Ketika kebutuhan ternak
babi menurun, maka akan berdampak pada turunnya harga babi, namun sebaliknya, harga
babi akan naik ketika permintaan naik dan persediaan babi menurun. Biasanya musim
bagus untuk ternak babi terjadi pada bulan Mei sampai Agustus. Tetapi
jangan pernah menyerah, tekun dan berusaha sebaik-baiknya dalam memulai usaha
ternak ini.
Bagaimana
dengan kita yang belum punya usaha produktif? Mari anak muda, bangun motivasi
dan jeli melihat berbagai potensi yang ada di Sumba karena peluang usaha masih terbuka
dan salah satunya adalah peternakan. (Naser
Randa Hailu Poti).
Komentar
Posting Komentar