Kata-kata di atas tepat
disematkan kepada Marthen Rangga Mbani, seorang anak muda yang berasal dari Wudi
Pandak, kecamatan Tabundung, Sumba Timur. Berbekal pengetahuan dan pengalaman
belajar tentang ayam kampung ketika berada di Yogyakarta, saat ini ia telah
mengembangkan ternak ayam kampung di rumahnya. Tak hanya itu, ia juga mengolah pekarangan
rumahnya untuk menanam sayuran.

Awalnya, Juli tahun 2016
ia bersama dua anak muda lainnya mendapat kesempatan belajar di Yogyakarta sebagai
peserta Eksposur ke Stube-HEMAT Yogyakarta karena ia aktif mengikuti pelatihan
Stube-HEMAT Sumba. Ia memilih ternak ayam kampung karena ia juga memelihara ayam
kampung di rumahnya, Mboka, Kanatang, Sumba Timur. Ia berharap dengan
pengetahuan dan keterampilan yang ia dapatkan di Yogyakarta ia bisa merawat ayam
kampung dengan baik dan menjual dengan harga tinggi dan keuntungannya untuk membiayai
kuliah di STT Terpadu Waingapu.
Di Yogyakarta, selain
mengenal Stube-HEMAT Yogyakarta, Marthen belajar ternak ayam kampung dan
pertanian terpadu di Joglo Tani, Sleman di bawah arahan TO Suprapto, seorang praktisi
pertanian yang berpengalaman. Ia belajar pengelolaan pertanian terpadu, peran ternak
dalam pertanian dan pembuatan kandang ayam yang aman dan sehat.

Pembelajaran Marthen berlanjut
ke Temon, Kulonprogo untuk belajar pemeliharaan ayam kampung milik Gendut
Minarto, seorang peternak ayam kampung yang memiliki jaringan luas. Ia mempelajari
tahapan pemeliharaan ayam kampung dari menyiapkan kandang, menyiapkan pakan, vaksin
dan pemanas kandang, sterilisasi kandang, vaksinasi anak ayam dan pemberian
makan ayam, pemilihan ayam sesuai ukuran dan menimbang ayam siap jual.
Sekembalinya di Sumba, ia
memulai memelihara ayam di desa asalnya di Tabundung, tetapi mengalami kegagalan,
semua ayamnya mati karena penyakit dan perubahan musim. Ia tidak menyerah,
tetapi ia memindah tempat memelihara ayamnya di Mboka, Kanatang, tempat ia
tinggal sementara untuk kuliah. Setelah satu tahun merintis ternak ayam
kampung, ia berhasil memelihara ayam dan setiap bulan menjual 10-12 ayam
kampung.
Saat ini Marthen sedang mempersiapkan
kandang pengeraman demi mengurangi resiko kematian anak ayam. Ia memiliki 4 indukan
ayam, tiga dari indukan akan bertelur dan satu indukan sedang mengerami telurnya.
Sementara itu, ada dua belas ayam siap jual dengan harga 50.000 rupiah per
ekor.
Selain ternak ayam, bersamaan
datangnya musim penghujan di Sumba, Marthen mengolah pekarangan rumahnya di Mboka.
Kawasan ini dikenal kawasan berbukit, gersang dan batu karang. Orang-orang mengatakan
bahwa tidak mungkin untuk menanam jagung, ubi jalar, kacang dan tanaman lainnya,
tetapi Marthen punya keyakinan kalau tanah diolah maka tanah akan memberi hasilnya.
Ia mengolah tanah dan menambah pupuk kandang dari babi, ayam, kambing dan kompos
dari ranting dan daun. Ia menghindari bahan kimia karena merusak tanah. Ia
yakin bahwa setiap usaha baik akan diberkati Tuhan asal ada kemauan untuk
melakukan. Ayo JOS (Jangan Omong Saja).




“Saya ucapkan terima
kasih kepada Stube-HEMAT yang sudah memberi saya pelatihan mengenai ayam
kampung, sehingga saya bisa mempunyai penghasilan, walaupun sedikit bisa
meringankan beban orang tua. Saya akan terus mengembangkan ayam kampung ini
walaupun masih terkendala modal, karena saya masih harus berbagi dengan kuliah,
tetapi saya tetap berusaha sesuai kemampuan saya, terima kasih Stube,” ungkap
Marthen.
Benar anak muda,
pengetahuan yang hanya ada di kepala tidak akan bermanfaat bagi banyak orang.
Marthen telah memulai dengan beternak ayam kampung dan pengalamannya pasti
semakin bertambah dengan memanfaatkan pekarangan untuk tanam sayuran. Tetap
semangat dan jadi berkat. (TRU).
Komentar
Posting Komentar