Alam merupakan tempat makhluk hidup
untuk melangsungkan kehidupannya. Awalnya alam baik bagi
perkembangan manusia dengan menyediakan
segala sesuatu bagi manusia untuk diusahakan dan dipelihara demi kelangsungan hidup
manusia. Namun, saat ini alam cenderung
semakin rusak, manusia yang harusnya mengusahakan dan memelihara malah rakus mengeksploitasi
alam tanpa peduli kelestariannya di masa depan. Akibatnya kondisi tanah, udara, air bersih menjadi rusak dan spesies makhluk hidup terancam.
Di Sumba juga terjadi
perubahan kondisi alam, seperti serbuan belalang di Sumba Timur beberapa waktu
lalu, rusaknya tanaman pangan karena serangan tikus, berkurangnya debit mata air
dan kebakaran padang sabana saat kemarau. Ini menyebabkan tanaman pangan rusak
dan beresiko pada rawan pangan, rusaknya rantai makanan dan kekeringan.
Orang-orang yang bergantung dari alam harus bekerja lebih keras untuk mencukupi
kebutuhan mereka.
Berpijak dari realita itu, Stube-HEMAT Sumba sebagai wadah pendampingan anak
muda dan mahasiswa Kristiani di Sumba mengadakan pelatihan Karakter Kristen dan Pelestarian Alam bertema Bersahabat dengan Alam. Tema ini
mendorong mahasiswa Kristen di Sumba mempelajari
karakter Kristen dan masalah-masalah
yang dihadapi masyarakat Sumba, khususnya pelestarian
lingkungan. Ada 30 mahasiswa dari
Universitas Wira
Wacana, STT Terpadu dan STT GKS ikut pelatihan di Pusat Pelatihan Pertanian dan
Perdesaan Swadaya (P4S) Bina Karya Swadaya di Lewa, Sumba Timur pada hari Jumat
– Minggu , 29 Sep – 1 Okt 2017.
Narasumber pertama, Pdt.
Naftali Djoru. S.Th. M,Si, mantan ketua umum Sinode GKS, membagikan pengalamannya
bergereja yang harus peduli lingkungan dan gereja harus turut mengambil bagian
dalam pelestarian lingkungan. Tinjauan Alkitab dari Kejadian 2:15, TUHAN Allah
mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan
dan memelihara taman itu. Ini menegaskan manusia untuk memelihara dan merawat
alam sebagai wujud karakter Kristen, khususnya di Sumba
Berikutnya, Ir. Ida Bagus
Putu Punia, M.Si, kepala dinas Badan Lingkungan Hidup kabupaten Sumba Timur,
yang memaparkan masalah lingkungan di Sumba dan pelestariannya. Ia
menggambarkan bahwa alam ini rusak karena pemakaian oleh manusa dan perusak
yang tidak mau mengembalikan apa yang sudah diambil dari alam kepada alam itu lagi.
I Gusti Made Raspita,
seorang tokoh masyarakat dan pendiri Yayasan Sumba Sejahtera (YSS) yang dijuluki
‘petani yang berdasi’ karena berhasil menumbuhkan kesadaran masyarakat Sumba
untuk peduli lingkungan. Ia mengatakan, banyak orang pintar berteori tetapi
belum melakukan apa yang dikatakan. Selain itu, bahwa kehidupan perlu
keseimbangan, dengan memperhatikan kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi yang
berkesinambungan, sehingga perlu usaha terus menerus untuk mencintai lingkungan
yang terlestarikan tadi.
Presentasi peserta
eksposur ke Stube-HEMAT Yogyakarta, yaitu Marinus Mardi Ishak, Desriani Kami
Mila Meha dan Erik Bidikonda Hawula melengkapi proses pelatihan ini dimana
mereka membagikan pengetahuan baru tentang pertanian lahan pasir, pemeliharaan
ternak babi dan pemanfaatan barang bekas kepada peserta pelatihan. Yohanis
Bulu, peserta mahasiswa STT GKS mengungkapkan, “Saya bersyukur dan
berterimakasih kepada Stube dengan mengikuti kegiatan ini, karena tidak semua
hal saya dapatkan di kampus. Stube mengajak saya melihat keluar fenomena yang
terjadi, bisa berbagi dan menerima pengetahuan dari teman-teman kampus
lainnya.”
Sudah saatnya untuk anak
muda Kristen Sumba mulai memperhatikan alam dan lingkungan Sumba. Tindakan
kecil seperti menaman pohon dan merawat tanaman bisa menjadi awal untuk
melestarikan alam. (Meliani Retang).
Komentar
Posting Komentar