Pemahaman terhadap suatu kondisi
sosial yang ada di masyarakat sangat penting dimiliki setiap orang, terutama
bagi Pemuda dan Mahasiswa karena masih terjadi ketimpangan dan masalah sosial. Berdasar
pada kondisi sosial yang ada, Stube-HEMAT Sumba mengadakan program pelatihan Analisis
Sosial tentang Pemuda Sumba dan Kesempatan Kerja yang diselenggarakan di GKS Okanggapi
pada 24-25 Februari 2017.
Pascapelatihan, peserta secara berkelompok melakukan riset masalah kesempatan
kerja berupa pengamatan atau observasi permasalahan ketenagakerjaan di Sumba. Hasil
observasi ditulis untuk didiskusikan kembali pada pertemuan tindak lanjut pada
hari Sabtu 25 Maret 2017 di Sekretariat Stube-HEMAT Sumba yang dipandu oleh Apriyanto
Hangga, salah satu team Stube-HEMAT Sumba.
Kelompok Mahasiswa di Waingapu
Kelompok ini terdiri dari mahasiswa Universitas
Kristen Wirawacana Sumba yang mengamati usaha peternakan babi di Waingapu.
Usaha peternakan babi memiliki peluang yang baik. Mengapa? Karena adat istiadat
Sumba membutuhkan hewan, salah satunya babi. Babi digunakan sebagai sarana adat
belis maupun kematian sehingga permintaan babi akan terus ada. Tidak jarang
demi mencukupi permintaan babi yang meningkat maka ada sekelompok orang yang
mensuplai babi dari luar daerah, yaitu dari Bima, NTB.
Para mahasiswa berfokus mengamati peternakan
babi lokal yang ada di Waingapu. Hasil wawancara dengan salah seorang peternak
babi lokal menunjukkan bahwa pemeliharaan babi lokal butuh waktu yang cukup
lama (antara 8 -12 bulan) dengan pertumbuhan yang lambat dan kebutuhan makan
yang tentu lebih banyak dibandingkan dengan babi duroc. Namun babi lokal lebih disukai
karena babi lokal tidak saja dilihat dari ukuran badan saja tapi ukuran
taringnya juga. Pertumbuhan taring babi lokal lebih cepat sedangkan babi duroc
lambat.
Kelompok mahasiswa di Lewa
Kelompok ini terdiri dari mahasiswa
STT GKS Lewa yang mengamati kondisi Lewa dan perekonomiannya,
khususnya pasar Lewa. Infrastruktur pasar telah dilengkapi oleh pemerintah
daerah namun ada masyarakat Lewa dan sekitarnya menganggap pemanfaatan pasar belum
optimal dan lokasi kurang strategis, sehingga masih ada pedagang yang memilih
untuk memasarkan barang dagangannya di emperan jalan, dampaknya mengganggu kelancaran
lalu lintas.
Para mahasiswa tertarik untuk mencari
tahu penyebab pedagang memilih berjualan di emperan jalan. Mereka berusaha menganalisis
masalah tersebut dengan mewancarai para pedagang yang berjualan di emperan
jalan. Salah satu dari pedagang mengatakan bahwa berjualan di emperan jalan itu
hal biasa dilakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu
berjualan di emperan jalan memiliki keuntungan lebih yaitu barang dagangan terjual
lebih cepat karena pembeli memilih belanja di emperan jalan, ketimbang harus
masuk pasar.
Apriyanto memberikan apresiasi dan
bangga kepada kelompok yang telah berusaha menemukan dan menganalisa permasalahan
yang ada di sekitar mereka. Ia menyimpulkan bahwa ketika ada permasalahan, setiap
pemuda dan mahasiswa tidak bisa berdiam diri saja, tetapi harus berpartisipasi
dalam usaha mengatasi. Kemudian tentang peluang usaha, pemuda harus peka dan
jeli membaca peluang, khususnya peluang membuka suatu usaha dan memikirkan resikonya,
sehingga tidak ada yang dirugikan, baik itu dirinya maupun masyarakat. (Jufri
Adipapa).
Komentar
Posting Komentar