Sumba merupakan salah
satu pulau di propinsi Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar penduduk
bermatapencaharian sebagai petani dan berladang seperti padi dan jagung karena
Sumba mengalami kemarau lebih panjang dibanding daerah lain. Hal ini menuntut
jenis tanaman pangan tertentu yang cocok ditanam di daerah ini. Ketergantungan
terhadap bahan pangan tertentu beresiko jika bahan pangan tersebut gagal panen
karena cuaca maupun hama, seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu.
Belum lagi kecenderungan untuk memakai bahan kimia demi peningkatkan produksi
pertanian tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.
Kesadaran akan situasi
ini perlu dimiliki sejak awal oleh penduduk di Sumba, khususnya mahasiswa,
sebagai generasi penerus masyarakat Sumba. Meski ada stigma bahwa pertanian
dianggap kurang menarik, ketinggalan jaman dan kurang bergengsi, namun
sebenarnya pertanian menjadi penopang berlangsungnya kehidupan suatu bangsa.
Stube-HEMAT Sumba sebagai
wadah pendampingan mahasiswa memikirkan hal ini dan membekali mereka melalui
pelatihan Pertanian Organik: Keragaman Pangan dengan tema ‘Mau Makan? Ya Nggak
Harus Nasi’ yang diadakan di GKS Kawangu, Sumba Timur pada hari Jumat – Minggu, 16 – 18
September 2016. Tema ini dipilih untuk memicu
kreativitas anak muda dalam mengolah bahan pangan selain beras, serta
termotivasi memanfaatkan pekarangan rumah sebagai kebun yang produktif.
Tiga puluh enam mahasiswa
dari kampus-kampus di kawasan Sumba Timur mengikuti pelatihan. Narasumber
pelatihan ini adalah orang-orang yang berpengalaman dalam bidang pertanian,
seperti Yulius Anawaru, S.P (team Stube-HEMAT Sumba), Umbu Ndilu Hamandika, SP.
MAP dari Badan Ketahanan Pangan, Rahmat Adinata (praktisi petanian organik) dan
Bambang Broto Kiswarno, praktisi pertanian.

Presentasi enam mahasiswa
Sumba yang belajar di Yogyakarta mengawali pelatihan ini. Mereka adalah
Irmawati Rambu Konga (STT GKS Lewa) yang belajar menjahit dan membuat tas.
Marten Rangga Mbani dan Sumitro Umbu Ndamung (STT Terpadu) yang belajar ternak
ayam dan pertanian terpadu. Frans Fredi (Unwina) mengembangkan bisnis cetak pin
dan kaos. Nikson KW Laki Hama (Unwina) tentang pemeliharaan kambing dalam
kandang dan nutrisinya, dan Krisna Hamba Banju (AKN) tentang pemeliharaan babi
secara intensif.
Yulius Anawaru, team
Stube-HEMAT Sumba, mengingatkan kembali tentang revolusi hijau dan dampaknya di
Indonesia. Lahan pertanian dibanjiri dengan pupuk kimia demi peningkatan
produksi. Bahan pangan di daerah yang awalnya beragam dijadikan seragam yaitu
padi. Bahan pangan lokal setempat tidak berkembang dan akhirnya terlupakan. Hal
ini tidak boleh terjadi, dan gerakan pertanian organik harus terus dikembangkan
dan dilakukan juga oleh anak muda mahasiswa.
Berikutnya adalah Umbu
Ndilu Hamandika dari Badan Ketahanan Pangan, Kabupaten Sumba Timur, mengajak
peserta melihat kembali keragaman pangan di Sumba. Selain itu, penting bagi
mereka untuk memperhatikan mutu dan keamanan pangan yang dikonsumsi oleh
masyarakat.
“Apa tujuan orang bertani
atau menanam?” pertanyaan dilontarkan Rahmat Adinata, praktisi pertanian
organik dan aktivis pertanian organik kepada peserta. Mereka bersemangat
untuk jawab, seperti mencukupi kebutuhan pangan, sudah turun menurun dan
sebagai mata pencaharian. Tetapi menurut pak Rahmat, jawaban yang paling tepat
dari tujuan orang menanam adalah mendapat hasilnya atau panen. Memang, menjadi petani itu tidak mudah, dari
mengolah lahan menjadi siap tanam, menyiapkan benih yang baik, merawat tanaman
dan seterusnya. Penyampaian materi cukup sederhana dan peserta bisa
menangkap materi dengan baik.
Pertanian tak lepas dari
gangguan hama. Bagaimana mengatasinya? Berbagai metode penanggulangan hama
disampaikan oleh Bambang Broto Kiswarno dan Abner HR Liwar. Menariknya adalah
bahan-bahan untuk membuat pestisida organik ini mudah dijumpai di Sumba. Termasuk penanggulangan hama belalang yang
sedang merebak di Sumba Timur.
Peserta tak hanya menjadi
pendengar saja. Mereka termotivasi untuk mempraktekkan pengetahuan yang mereka
dapat dari para fasilitator. Ada beberapa kelompok berbasis kampus yang akan
menindaklanjuti pelatihan ini dengan praktek mengolah lahan, menyiapkan media
tanam dan menanam sayur dan petatas (ubi jalar) di pekarangan rumah.
Selamat berproses
mengembangkan keragaman pangan, anak muda. (TRU).
Komentar
Posting Komentar