Berbicara tentang Hak Asasi Manusia dalam berbagai macam perspektif maka pertama
yang harus dipahami adalah defenisi HAM itu sendiri. Salah satu pakar pemahaman
Hak Asasi Manusia, oleh Prof. Koentjoro Poerbo Pranoto mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak
yang bersifat asasi, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodrat dari Tuhan sehingga
bersifat suci.
Menurut UU No.
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dimaksud HAM adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Jika ditinjau
dari pandangan iman Kristen dalam (Kejadian. 1:26-29) tentang penciptaan
manusia yang diciptakan segambar dengan Allah, maka HAM adalah hak-hak yang
paling asasi yang melekat secara kodrati pada diri manusia sebagai karunia
Allah.
Sumba, satu
daerah di wilayah Nusa Tenggara Timur, sebagian besar masyarakatnya masih
memiliki sistem primordial dan strata sosial yang kental. Hal ini bukan sesuatu
yang salah dalam masyarakat dan akan menjadi keprihatinan manakala dalam
praktek kehidupan konstruksi ini menimbulkan ketidakseimbangan atas pemenuhan
hak asasi untuk strata yang paling rendah. Ketimpangan ini mestinya tidak
terjadi, karena mayoritas masyarakat Sumba beragama Kristen, dan mengacu pada Galatia
3:28 yang berbunyi, “Dalam hal ini tidak
ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak
ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus
Yesus”, maka strata sosial antara tuan dan hamba yang terjadi dalam masyarakat Sumba
bukanlah salah, tetapi masing-masing seharusnya saling melengkapi satu dengan
yang lainnya, dengan tidak mengabaikan hal asasi.
Pemenuhan hak asasi manusia merupakan perhatian dan tanggung jawab
semua pihak, pemerintah, NGO, dan komponen masyarakat. Stube HEMAT Sumba sebagai
sebuah lembaga yang memiliki perhatian terhadap persoalan sosial, khususnya
pemenuhan hak asasi juga terpanggil menemukan solusi dan menjawab keprihatinan
akan pemenuhan hak asasi bagi masyarakat di Sumba melalui sebuah pelatihan Hak
Asasi Manusia dengan tema “Hak Asasi dan Pemenuhan Keadilan Sosial”.
Pelatihan yang berorientasi pada kaum muda dari kalangan mahasiswa
dan pemuda gereja, diadakan pada tanggal 13 – 15 Mei 2016 di Londa Lima, Waingapu,
Sumba Timur dan diikuti 30 orang yang berasal dari Unwina, STT Terpadu Waingapu, Akademi Sandlewood
Sumba dan beberapa pemuda gereja di Sumba Timur.
Sebagai pembuka pelatihan Dominggus Umbu Deta, S.Th, koordinator Stube-HEMAT Sumba, menyampaikan pentingnya pemenuhan hak asasi manusia karena kedaulatan Allah yang universal. Allah
berdaulat atas manusia, HAM bersumber dari Allah, melanggar HAM berarti
melanggar ketentuan Allah. Tidak ada satu lembaga atau satu orang pun termasuk
negara berwenang membatalkan atau mengurangi hak-hak tersebut, kecuali Allah sendiri.
Pada sesi selanjutnya, Matius Remi Djawa, SH, menyampaikan dalam
pemaparannya bahwa masyarakat harus menjadi pemerhati atas permasalahan HAM,
khususnya di Sumba. Masyarakat terlebih peserta pelatihan dihimbau tidak
melanggar hak asasi manusia karena jika ini terjadi maka ada konsekuensi hukum
dari perilaku tersebut.
Pemenuhan hak anak menjadi bagian dari pelatihan ini. Masnauli
Marbun, SE, MM, merupakan pembicara yang
menyampaikan masalah hak asasi anak-anak. Berbagai macam regulasi sudah
dikeluarkan pemerintah dan bisa menjadi acuan prinsip untuk memperhatikan hak
asasi anak-anak.
Stepanus Makabombu, S.Kom, M.Si, berbicara tentang hak
asasi dan kebijakan publik. Sesi ini menyoroti akan pemenuhan hak asasi oleh
pemerintah terhadap masyarakatnya dimana setiap orang mempunyai hak untuk
mengakses informasi ke pemerintah daerah baik yang berhubungan dengan program,
maupun yang berhubungan dengan pendanaan.
Peserta pelatihan antusias merespon setiap materi pelatihan. Hal
ini terlihat saat proses jalannya materi karena semuanya terlibat aktif
menanggapi, bertanya dan bertukar pikiran dengan narasumber. Salah satu kegiatan
lanjutan dari pelatihan ini adalah setiap peserta melakukan pengamatan di
lingkungan sekitar tentang pelanggaran HAM dan hal ini akan dipresentasikan dalam
pertemuan lanjutan. (DUD).
Komentar
Posting Komentar