PROGRAM PENDIDIKAN DAN MELEK HURUF Hari Gini kok Masih Buta Huruf? (GKS Kanjonga Bakul, 20 – 22 November 2015)
Long live education, sebuah
istilah yang sering kita dengar, dan merupakan slogan bagi orang yang menyadari
bahwa proses belajar dan pendidikan merupakan hal penting karena merupakan
pintu masuk untuk mengenal dunia di sekitarnya. Belajar tidak dibatasi oleh umur dan jenis kelamin,
artinya proses ini harus dialami oleh setiap manusia dalam menjalani tahapan kehidupannya.
Kesadaran
akan pentingnya pendidikan seharusnya menjadi prinsip masyarakat khususnya di Sumba, satu pulau di wilayah provinsi NTT yang
kaya potensi alam dan aneka ragam budaya yang dikenal dengan bumi “marapu”.
Sebuah ironi tentunya, apabila kekayaan alam dan budaya ini tidak disertai
dengan kekayaan intelektual dan sumber daya manusia yang memadai. Data BPS NTT
tahun 2013, menampilkan temuan bahwa dari 240.000 penduduk Sumba Timur, 11%
masih menyandang buta huruf. Kelompok ini merupakan kelompok umur di atas 10
tahun. Masih banyaknya penyandang buta huruf di Sumba merupakan fenomena yang
perlu perhatian khusus. Situasi ini bisa menjadi penyebab keterbelakangan di
berbagai bidang.
Solusi
pengentasan buta aksara dan pendidikan yang memadai merupakan tanggung jawab
semua pihak. Sebagai lembaga yang memiliki perhatian terhadap persoalan sosial
khususnya pendidikan, Stube-HEMAT Sumba terpanggil untuk menemukan solusi dan
menjawab keprihatinan akan pendidikan di Sumba melalui sebuah pelatihan
Pendidikan dan Melek Huruf dengan Tema “Hari Gini Kok Masih Buta Huruf?” Pelatihan
yang berorientasi pada kaum muda dari kalangan mahasiswa dan pemuda gereja
diadakan pada tanggal 20 – 22 November 2015 di GKS Kanjonga Bakul, Praihambuli,
Sumba Timur. Pelatihan ini diikuti 30
orang, yang berasal dari STIE Kriswina Sumba, STT GKS di Lewa dan STT Terpadu,
Waingapu, Akademi Sandlewood Sumba, dan beberapa pemuda gereja di Sumba Timur.
Fasilitator
dalam pelatihan ini antara lain, Frans Wora Hebi, seorang praktisi budaya yang banyak
menulis mengenai potensi dan budaya Sumba hingga saat ini. Ia memiliki harapan
terhadap kaum muda agar tidak kehilangan identitas dan sentuhan budaya Sumba
dan berupaya agar budaya ini tidak terkikis oleh perkembangan zaman. Narasumber
yang lain adalah Yanto Njuka
Tehik, S.E., M.Si., aktifis Stube-HEMAT Sumba saat masih mahasiswa dan
saat ini menjadi dosen tetap di STIE Kriswina, Sumba. Dia menghimbau agar kaum
muda menjadi inisiator peningkatan kualitas pendidikan yang bisa dimulai dari
diri sendiri dengan membiasakan membaca dan menulis. Sementara Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur, berbicara tentang kondisi pendidikan
di Sumba Timur dan proses identifikasi masyarakat yang mengalami buta aksara.
Respon
peserta dalam pelatihan ini sangat baik. Antusiasme itu terlihat saat proses
tanya jawab untuk menggali informasi
lebih lanjut dan menjawab keingintahuan peserta terhadap budaya Sumba. Salah
satu kegiatan lanjutan dari pelatihan ini adalah terkumpulnya tulisan peserta
tentang cerita-cerita rakyat dan budaya Sumba. Kumpulan tulisan ini akan
diwujudkan menjadi sebuah buku bacaan anak-anak. Buku cerita rakyat ini
diharapkan menjadi daya tarik orang untuk membaca dan selanjutnya bisa menjadi
salah satu solusi pengentasan buta aksara, selain itu masyarakat mengerti budayanya
sejak dini. (DUD).
Komentar
Posting Komentar