Perilaku Penumpang Kapal (Di Pelabuhan Waingapu, Bima, Benoa dan Tanjung Perak Sebuah Catatan Perjalanan)
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan. Kapal laut
menjadi alat transportasi yang sangat penting dalam menunjang mobilitas
penduduk dan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Hal ini mendorong peningkatan
kualitas pelabuhan yang tersebar di pulau-pulau di Indonesia.
Keberadaan pelabuhan tidak hanya menjadi tanggungjawab
syahbandar atau pengelola pelabuhan saja, namun menjadi tanggung jawab masyarakat sebagai penggunanya.
Pengalaman saya pertama kali berlayar menggunakan kapal laut, yaitu dengan KM
Awu. Hal menarik yang saya amati saat berada di pelabuhan, adalah perilaku penumpang
saat naik dan turun kapal.
Di pelabuhan Waingapu, Sumba Timur, ketertibannya masih
sangat rendah, karena pada saat kapal bersandar di dermaga, antara penumpang
yang naik dan yang turun melewati jembatan yang sama, sehingga bertabrakan. Ini
disebabkan penjagaan atau petugas keamanannya kurang ketat atau tegas.
Begitupun dengan keadaan pelabuhan di Bima, Nusa Tenggara
Barat. Ketertibannya masih sangat rendah, bahkan bisa dikatakan lebih parah karena
tidak hanya penumpang yang naik dan yang turun saja yang berdesakan di
jembatan menuju kapal, tetapi juga para
pedagang yang berusaha naik ke kapal untuk menjajakan dagangan mereka. Mereka melihat
peluang dalam kapal sebagai pasar untuk berjualan.
Hal berbeda nampak di pelabuhan Benoa, Bali, yang
ketertibannya atau penjagaannya itu sangat ketat. Penumpang yang akan naik
harus menunggu sampai penumpang yang turun selesai terlebih dahulu, baru kemudian
calon penumpang diperbolehkan naik ke kapal. Sedangkan di pelabuhan Tanjung
Perak, Surabaya, arus penumpang naik dan turun pun masih relatif tertib karena
penjagaan juga ketat walaupun tidak setertib di pelabuhan Benoa. Semoga semua
penumpang dimanapun sadar akan pentingnya ketertiban dan keteraturan untuk
memudahkan segala sesuatunya. (FEN)
Komentar
Posting Komentar