Hari keberangkatan menuju Yogyakarta akhirnya tiba. Aku dan
teman-teman satu tim yang terdiri dari Ignas, Feni, Yumi, Budi dan Ningsih
berkumpul di dermaga Waingapu, Sumba. Kami menunggu waktu masuk kapal. Kapal
yang akan membawa kami ke Pulau Jawa adalah KM Awu. Dia adalah satu-satunya
kapal yang membawa pergi dan mengantar orang dari dan ke Pulau Sumba. Sehingga
dengan sendirinya ‘Awu’ sudah menjadi bagian hidup dari penduduk Sumba yang akan
keluar pulau.
Perjalanan yang kami tempuh tidaklah pendek, karena dari
dermaga Waingapu kami harus singgah di beberapa pelabuhan seperti Bima di Nusa
Tenggara Barat dan Benoa di Bali dan itu memakan waktu kurang lebih tiga hari
dua malam. Sungguh perjalanan yang cukup melelahkan bagi kami.
Situs resmi PT.
Pelayaran Nasional Indonesia menyebutkan bahwa kapal ini adalah kapal buatan
Papenburg, Jerman pada tahun 1991. Dengan total kapasitas 969 penumpang, kapal
ini dirancang untuk mengangkut 14 penumpang kelas I, 40 penumpang kelas II, dan
915 penumpang kelas ekonomi. Sungguh suatu rancangan yang memadai untuk
mengangkut penumpang dengan nyaman. Tentu
saja pelayaran kami tidak sendiri. Kami bersama penumpang lain dengan berbagai
macam tujuan yang sungguh jumlahnya melebihi ketentuan. Namun demikian
perjalanan kami menuju Tanjung Perak sungguh merupakan sesuatu yang berkesan.
Sejenak aku merenung di tengah himpitan penumpang berjuang
mendapat ruang. Haruskah ‘Awu’-ku berbeban lebih? Kuamati keadaan di atas
kapal, benar-benar sesuatu yang mengganggu pikiran, penumpang sangat banyak,
dan sepertinya kelebihan muatan. Kami harus tidur di lantai kapal beralaskan
kertas semen yang kami beli lima ribu selembar. Sementara banyak penumpang
lainnya harus tidur di luar. Sebuah ironi dari Indonesia yang dikenal sebagai
negara maritim dengan alat transportasi laut yang tidak mendapat perhatian.
Selain itu, jika kapal kelebihan muatan maka resiko bagi penumpang atas
keselamatan dirinya.
Aku hanya memiliki harapan, bahwa pemerintah khususnya pihak pengelola
pelayaran lebih memperhatikan keselamatan penumpang sehingga hal-hal yang tidak diinginkan bisa dihindari dan
penumpang merasa nyaman ketika menggunakan KM Awu. “..dan Awu-ku berlayar dengan senyum mengembang...” Semoga. (JEMS)
Komentar
Posting Komentar