Sebagai mahluk sosial
dalam kehidupan bermasyarakat, kita tidak terlepas dari persoalan sosial
kemasyarakatan. Banyak hal menjadi persoalan di sekitar kita, namun kita tak
pernah sadar kalau hal tersebut sebenarnya adalah masalah, bahkan kalau pun
kita mengetahuinya kita tidak tahu bagaimana cara mengatasinya, serta
menyelesaikannya.
Berangkat dari hal
tersebut, Stube HEMAT Sumba melakukan pelatihan analisis sosial yang
diselenggarakan pada tanggal 09 s/d 11 Mei 2014, mengambil tempat di aula
kantor Sinode Gereja Kristen Sumba dengan pemateri Oktavianus Landi. Pelatihan
ini diikuti mahasiswa yang datang dari berbagai elemen kampus, baik yang
berasal dari organisasi internal kampus atau pun organisasi eksternal antar
kampus. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini cukup melelahkan, namun
peserta merasa senang karena materi-materi yang diberikan mencoba membuka
wawasan perserta mengenal masalah yang ada di sekitar.
Setelah memahami
persoalan yang ada, peserta mengumpulkan persoalan-persoalan itu dan menentukan
4 persoalan yang paling menarik untuk ditindaklanjuti sebagai persoalan yang
akan diadvokasi oleh masing-masing kelompok. Empat persoalan itu mencakup: 1)
Pasar Inpres “Bisnis Dibalik Bilik Pasar Inpres”, 2) Petani Mauliru “Buruh Tani
Di Tanah Sendiri”, 3) Pemulung Cilik “Menyimpan Buku, Mengais Sampah”, dan 4)
Petani Lewa “Terjerat Ijon”.
Bisnis di balik bilik
pasar muncul dari asumsi awal bahwa ada sebuah konspirasi dalam pembagian bilik
di pasar inpres sehingga situasi pasar yang ada sekarang ini tidak beraturan. Menjadi buruh tani di tanah sendiri menjadi
sebuah fenomena di daerah Mauliru karena banyak petani telah mengadaikan tanah
mereka ke tangan tengkulak. Saat ini banyak anak yang menjadi pemulung di kota
Waingapu, bahkan diantara mereka masih usia dini, sehingga perlu dicari
penyebab serta solusinya. Banyak petani di Lewa yang terjerat ijon
berkepanjangan sebab mereka sudah berhutang dari proses pengolahan tanah sampai
dengan menjelang panen sehingga pada saat mereka panen, hasil panen yang mereka
dapat langsung untuk membayar hutang. Bahkan bunga hutang sampai 100% sangat
memberatkan petani.
Sebelum turun lapangan,
peserta tiap kelompok dibekali dengan berbagai pertanyaan pemandu sehingga
dapat terarah dalam mengadvokasi masalah yang ada. Selanjutnya peserta masih
bertemu sekali lagi untuk mendapatkan pengarahan dari pemateri sebagai pemantapan sebelum benar-benar turun
lapangan. (ABR)***
Komentar
Posting Komentar